Maraknya kasus pelecehan guru terhadap murid, atau murid yang bertindak seenaknya terhadap guru pada akhir-akhir ini perlu disikapi secara serius. Apalagi, kasus-kasus seperti ini semakin hari semakin sering mencuat di kalangan khalayak ramai. Permasalahan ini bukan hanya melibatkan ketidakberadaban antarsesama manusia semata, tetapi lebih jauh, hal ini juga bertentangan dengan gambaran dan bayangan kita terhadap hubungan antara murid dan guru.
Idealnya, guru harus mencerminkan sifat positif yang bisa dicontoh oleh murid-muridnya. Sedangkan murid harus mencontoh dan menuruti perintah gurunya. Bukankah seperti itu apa yang digambarkan dan dijelaskan oleh guru-guru penulis dan pembaca semuanya ketika masih duduk di sekolah dasar? Peribahasa “guru kencing berdiri, murid kencing berlari” sering kita dengar pada waktu itu. Maknanya, apa pun yang dilakukan guru akan dituruti oleh murid. Maka, guru harus bertindak baik agar murid juga ikut bertindak baik.
Akan tetapi, masalah justru datang dari arah sana. Idealitas tersebut tampaknya tidak tercermin dalam beberapa kasus yang terjadi belakangan ini. Misalnya, sebagaimana dilansir dalam situs berita merdeka.com, pada bulan Februari 2019 sempat viral seorang murid berinisial AA menantang gurunya yang sudah tua untuk bertarung karena tidak terima dilarang merokok. Tidak hanya itu, si murid juga melempar buku ajar kepada gurunya sambil memaki-maki. Pada akhirnya, dia “meminta maaf” di kantor polisi setelah kasusnya viral di media sosial.
Masalah lain juga datang dari sisi yang berbeda. Kali ini, guru yang melanggar perannya sebagai pengajar dan pendidik yang harus mencontohkan hal-hal yang baik. Berita yang diberi headline “Guru Cabul di Tanjungpinang Ancam Siswa Sebarkan Vidio Tak Senonoh jika Tak Layani Hasratnya” oleh koran Tribun Jabar ini terlihat sangat miris. Tak perlu dibaca isinya, melihat judulnya saja sudah terbayang bahwa guru yang bersangkutan tidak layak menyandang status guru atas “perilaku biadab”-nya tersebut.
Hal yang lebih mengejutkan adalah berita yang dilansir oleh situs dream.co.id. Dalam situs tersebut disebutkan bahwa dalam jangka waktu Februari, Maret, hingga April pada tahun 2019 telah terjadi 4 kasus “viral” tentang tindakan sewenang-wenang murid atau wali murid terhadap gurunya. Bahkan, ada guru yang dipukul hingga berdarah oleh wali murid yang tidak terima anaknya dihukum. Tentu, semua kasus-kasus ini merupakan cerminan buruk bagi hubungan antara murid dan guru di Indonesia.
Hubungan Murid dan Guru di Kalangan Para Ulama Salaf
Berdasarkan fakta-fakta yang telah penulis paparkan di atas, tentu ada kekhawatiran mengenai hubungan murid dan guru yang semakin hari semakin jauh dari idealitasnya. Oleh karena itu, rasanya perlu ada cermin yang menunjukkan bagaimana hubungan antara murid dan guru yang ideal itu. Tujuannya adalah supaya kita bisa mencontoh dan mempraktikkan hubungan ideal itu di masa mendatang.
Mengenai hal ini, penulis bermaksud menggambarkan secara umum kegiatan belajar mengajar yang terjadi di kalangan ulama salaf pada zaman dahulu. Tentu saja, dalam kegiatan belajar mengajar tersebut ada interaksi antara murid dan guru yang membentuk sebuah hubungan tersendiri. Pola hubungan inilah yang mesti kita ketahui sebagai bahan introspeksi.
Dalam kegiatan belajar mengajar, para ulama terdahulu selalu menghormati satu sama lain. Apabila dia seorang guru, maka dia akan menyayangi murid-muridnya seperti menyayangi dirinya sendiri. Imam al-Qadhi Badrudin al-Kinani dalam kitabnya Tadzkirat al-Sāmi‘ fī Adab al-‘Ālim wa al-Muta‘allim menyebutkan bahwa di antara adab seorang guru terhadap murid adalah menyayangi muridnya sebagaimana dia menyayangi dirinya sendiri. Setelah itu, beliau mencontohkan bagaimana hal tersebut dilakukan oleh para ulama zaman dahulu.
Pada suatu ketika, Ibnu Abbas pernah berkata, “Orang-orang sangat menghormatiku ketika sedang belajar denganku. Kalaulah saya mampu menangkap semua lalat yang ada (karena lalat mengganggu murid-muridnya) maka saya akan melakukannya.” Hal serupa juga dilakukan oleh Abu Hanifah. Menurut Imam al-Syafi‘i, Abu Hanifah adalah orang yang sangat lembut perangainya ketika mengajar. Kemudian beliau berkata, “Abu Hanifah adalah orang paling mulia ketika dalam majelis dan paling keras usahanya untuk memuliakan murid-muridnya.”
Apabila ketika dia mengajar murid-muridnya nakal dan tidak terlalu baik ingatannya, maka para ulama lebih memilih bersikap sabar dalam menghadapinya. Mengenai hal ini, Imam al-Syafi‘i memberikan sebuah wasiat kepada murid-muridnya, “Bersabarlah terhadap murid-murid yang aneh atau asing.” Maksudnya adalah murid-murid yang menjengkelkan dan membuat kita marah.
Seperti itulah gambaran sederhana penghormatan seorang guru terhadap muridnya yang diwujudkan dengan menyayangi, sabar, dan serius dalam mendidik. Selain guru, murid pun tidak kalah penghormatannya. Ungkapan paling jelas tergambar dari apa yang dikatakan Rabi‘ah, “Apabila aku telah menerima satu hadis dari seseorang, maka aku telah menjadi hambanya sepanjang hidupku.” Ditempat lain, beliau mengatakan, “Aku tidak pernah mendengar sebuah ilmu dari seseorang kecuali membalasnya dengan sesuatu yang lebih banyak dari ilmu yang saya terima.”
Bahkan, saking besarnya rasa hormat mereka kepada gurunya, pernah suatu ketika Imam al-Syafi‘i berkata, “Aku tidak berani membuka lembaran buku secara keras ketika di hadapanku ada Imam Malik karena besarnya rasa hormatku kepadanya.” Ibnu Abbas juga pernah dinaikkan ke atas unta milik Zaid bin Tsabit, sedangkan Zaid sendiri menuntun untanya, kemudian Zaid berkata, “Beginilah seharusnya kami memperlakukan ulama-ulama kami.”
Penutup
Berdasarkan pemaparan di atas tentang hubungan antara murid dan guru di kalangan para ulama salaf, ada beberapa poin yang bisa kita ikuti dan turuti. Penghormatan yang begitu besar dari murid kepada gurunya dan kasih sayang yang tidak kalah besarnya dari guru kepada muridnya membuat hubungan antara murid dan guru begitu erat dan dekat.
Apabila kejadiannya sudah seperti itu, kasus-kasus murid bertindak seenaknya kepada gurunya dan guru bertindak semaunya kepada murid-muridnya tidak akan pernah terjadi. Para ulama salaf telah memberikan contoh kepada kita bagaimana seharusnya bersikap secara adil sesuai dengan posisinya masing-masing, baik ketika kita menjadi murid maupun saat kita menjadi guru.
Fachri Khoerudin
Sumber Foto: https://uinsgd.ac.id/inilah-10-adab-murid-terhadap-guru-menurut-imam-al-ghazali-apa-aja/