Metode Pendidikan Islam Menurut Khalid Al-Hazimi dalam Kitab “Ushul Al-Tarbiyah Al-Islamiyyah”

Kata Islam dalam terminologi “Pendidikan Islam” menegaskan esensi dari pendidikan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip agama Islam. Pendidikan sejatinya  bukan hanya sekadar penyampaian pengetahuan (transfer of knowledge), melainkan upaya menyelami dan menerapkan nilai-nilai aqidah, syari’ah, dan akhlaq untuk membentuk karakter yang Islami. Pendekatan ini mengintegrasikan Al-Qur’an, Sunnah, pendapat ulama, dan warisan sejarah sebagai fondasi utama.

Salah satu poin penting dalam pembahasan ini adalah peran metode pendidikan Islam dalam mencapai tujuan pendidikan Islam, yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bagaimana guru atau orang tua dapat menyampaikan pembelajaran dengan cara yang mendorong pertumbuhan intelektual dan moral peserta didik?

Namun, meskipun begitu, masih terdapat tantangan dalam merubah pengetahuan Islam yang bersifat kognitif menjadi nilai yang tertanam dalam jiwa peserta didik. Inilah yang mendorong minat para peneliti untuk meneliti metode pendidikan Islam, seperti yang diulas dalam buku “Ushul At-Tarbiyyah al-Islamiyyah” karya Prof. Dr. Khalid al-Hazimi. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi pemikiran dan falsafah pendidikan Islam menurut Khalid al-Hazimi yang terungkap dalam karyanya yang monumental ini.

Biografi intelektual

Nama lengkapnya adalah Khalid bin Hamid al-Hazimi. Ia merupakan seorang ilmuwan Islam yang disegani yang lahir di kota suci Makkah. Menyandang gelar profesor dalam Studi Islam di Universitas Islam Madinah, perjalanan akademisnya terukir dengan gemilang.

Dalam lintasan pendidikannya, Al-Hazimi meraih gelar sarjana dari King Abdul Aziz University di Jeddah, serta melanjutkan studi masternya di Universitas Umm Al-Qura dengan fokus pada manajemen dan perencanaan pendidikan. Tak berhenti di situ, perjalanan ilmiahnya mencapai puncak dengan gelar PhD dalam pendidikan Islam dari Universitas Islam Madinah.

Sebagai seorang pendidik di Universitas Islam Madinah, Al-Hazimi bukan hanya dikenal sebagai pengajar ulung, tetapi juga sebagai pemimpin yang aktif dalam berbagai komite ilmiah, pendidikan, dan administrasi. Jabatan-jabatan penting pun pernah ia emban, termasuk sebagai Direktur pendidikan pascasarjana.

Namun, bukan hanya di ranah akademis, Al-Hazimi juga membuktikan diri sebagai penulis produktif dengan sejumlah karya ilmiah yang melahirkan pandangan baru dalam studi Islam. Di antaranya adalah Al-Fawa’id al sunniyyah min al sirah al nabawiyyah dan Ushul al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, yang mengukir namanya sebagai salah satu tokoh penting dalam pemikiran pendidikan Islam kontemporer.

Sekilas tentang buku Ushul al-Tarbiyyah al-Islamiyyah

Buku Ushul At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah adalah karya Khalid Bin Hamid Al-Hazimi, diterbitkan oleh Darul Alam Kutub Lin Nasyr Wat-Tauzi pada tahun 2000 M dengan jumlah halaman 430. Secara linguistik, “tarbiyah” merujuk pada proses pembinaan dan perkembangan manusia dalam segala aspeknya, sesuai dengan metodologi Islam untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kitab ini bertujuan untuk membekali pembaca dengan pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip pendidikan Islam, sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penyusunannya, Al-Hazimi merujuk pada berbagai sumber otoritatif, baik klasik maupun kontemporer, yang membahas tentang pembelajaran, pengajaran, pendidikan, dan akhlak. Para sumber tersebut mencakup karya-karya penting seperti Adabun Al-Muallimin oleh Ibnu Sahnun, Al-Jaami’u liakhlaqi Ar-Rawi Wa-Aadaabussaami’i oleh Khatiibi Al-Bagdaadi, dan Ta’limu Al-Mutaallim fii Thariqu At-Ta’allumi oleh Burhanuddin Azzarnuji.

Selain itu, juga terdapat referensi tentang pendidikan dan akhlak dari karya-karya seperti Al-Akhlaq Wassairu Fii-Muadawatinnufuusi oleh Ibnu Hazimi, Adabu Ad-Dunyaa Waddiin oleh Al-Mawardi, dan Ayyuhaa Al-Walad oleh Abi Hamid Al-Ghazaali. Terdapat pula referensi tentang zuhud dari karya-karya seperti Kitaabu Az-Zuhud oleh Ibnu Mubarak dan Imam Waki’ Al-Jarah, Laftatul- Kabdi Fii Nasihatil-Walad oleh Al Jauzi, dan Kitabu Az-Zuhud oleh Imam Ahmad Bin Hambal.

Metode Pendidikan Islam menurut Khalid bin Hamid al-Hazimi

Dalam bukunya yang berjudul Ushul at-Tarbiyah al-Islamiyah, Prof. Khalid al-Hazimi mengulas tentang metode pendidikan yang disebut sebagai uslub, yang merupakan salah satu kategori dari falsafah pendidikan Islam. Bagi al-Hazimi falsafah atau pondasi dasar pendidikan Islam ini mencakup empat kategori, yaitu: (1) yang berkaitan dengan sumber rujukan, (2) yang berkaitan dengan konsep, (3) yang berkaitan dengan tempat, dan (4) yang berkaitan dengan metode.

Al-Hazimi merujuk pada pendapat Ibnu Mandzur bahwa metode (uslub) secara etimologis merujuk pada jalan, tujuan, teori, dan bentuk pluralnya adalah asalib. Secara terminologis, uslub diartikan sebagai cara atau jalan yang digunakan oleh seorang pendidik untuk menyampaikan materi kepada peserta didik dengan harapan mencapai perkembangan pendidikan yang baik.

Pengertian metode pendidikan Islam yang disampaikan oleh Al-Hazimi tidak jauh berbeda dengan pengertian para pakar ilmu pendidikan Islam lainnya, seperti yang disampaikan oleh Hery Noer Aly. Aly mengemukakan bahwa metode pendidikan adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan dan mentransformasikan isi pendidikan kepada anak didik.

Al-Hazimi juga menjelaskan urgensi keberagaman metode pendidikan Islam ini. Keberagaman ini tidak hanya memberikan daya tarik lebih dalam penyampaian materi, tetapi juga memungkinkan pendidik untuk memilih metode yang paling sesuai dengan karakteristik peserta didiknya. Hal ini mengakui bahwa setiap individu memiliki preferensi yang berbeda dalam menerima metode pendidikan, seperti keteladanan, kabar gembira, intimidasi, atau diskusi.

Khalid bin Hamid al-Hazimi menyebutkan bahwa setidaknya ada empat metode yang bisa digunakan oleh seorang pendidik dalam penyampaian materi, metode-metode tersebut adalah sebagaimana berikut:

  • Metode Keteladanan

Keteladanan, atau al-qudwah dalam bahasa Arab, adalah konsep yang menggambarkan seseorang yang menjadi panutan, di mana tindakannya dijadikan contoh oleh orang lain. Khalid bin Hamid al-Hazimi membagi metode keteladanan menjadi dua jenis: keteladanan dalam kebaikan dan dalam keburukan.

Teladan dalam kebaikan adalah contoh yang baik, seperti Nabi Muhammad SAW, para nabi lainnya, serta para sahabat dan pengikut mereka. Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Teladan buruk, di sisi lain, adalah perilaku yang menyimpang, baik dalam keyakinan, ibadah, maupun budi pekerti, dan sering kali merugikan kehidupan manusia.

Al-Hazimi menjelaskan bahwa keteladanan memiliki dampak besar dalam pendidikan, karena pengaruh antarmanusia sangat kuat, terutama jika keduanya serupa. Manusia selalu membutuhkan sosok teladan untuk menghindari perilaku yang salah. Ada pahala bagi teladan baik dan dosa bagi teladan buruk, sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW.

Pendapat al-Hazimi sejalan dengan pandangan para pakar pendidikan lainnya, seperti Abdullah Nasih al-Ulwan, yang menekankan pentingnya pendidik memberi contoh dalam mengkomunikasikan pesan-pesan pendidikan kepada anak-anak.

  • Metode kisah

Menurut al-Hazimi, “al-qishah” atau kisah dalam bahasa Arab memiliki etimologi yang merujuk pada kabar atau berita, dengan bentuk jamaknya adalah “al-qashash” (القصص). Dalam konteks pendidikan Islam, al-Hazimi menyatakan bahwa terdapat dua bentuk kisah: kisah yang tertulis dan kisah yang disampaikan secara verbal. Keduanya memiliki peran penting dalam pendidikan Islam, namun penting untuk memperhatikan validitas kebenaran sebuah kisah. Kisah yang dapat digunakan sebagai metode pendidikan hanyalah kisah-kisah yang benar dan jujur.

Al-Hazimi menegaskan empat poin mengenai urgensi penggunaan kisah sebagai metode pendidikan Islam yang dapat mempengaruhi para peserta didik. Pertama, kisah merupakan salah satu metode pendidikan yang penting dalam Islam, sebagaimana terdapat banyak kisah dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW. Kedua, kisah dapat memperkuat penjelasan yang disampaikan oleh pengajar kepada peserta didik. Ketiga, kisah yang disampaikan dengan baik dapat menghasilkan emosi yang sesuai dengan alur cerita, seperti sedih, marah, atau senang. Keempat, sebuah kisah yang disampaikan dengan cara yang menarik dapat membantu mengatasi rasa jenuh.

Dari uraian al-Hazimi tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode penggunaan kisah dalam pendidikan sejalan dengan prinsip yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Secara keseluruhan, pandangan al-Hazimi ini sejalan dengan pandangan para pakar ilmu pendidikan.

  • Metode motivasi (targhib) dan ancaman (tarhib)

Al-Hazimi menjelaskan bahwa at-Targhib, atau motivasi, adalah dorongan untuk melakukan atau meyakini sesuatu, sementara at-Tarhib, atau ancaman, adalah peringatan untuk tidak melakukan atau meyakini sesuatu. At-Targhib didasarkan pada janji atau iming-iming manfaat jika melakukan atau menjauhi sesuatu, sedangkan at-Tarhib didasarkan pada ancaman hukuman atau tidak mendapatkan manfaat jika tidak mengikuti perintah atau larangan.

Dalam konteks pendidikan Islam, metode targhib dan tarhib sangat penting karena banyak teks Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW yang menggunakan motivasi dan ancaman untuk mendorong manusia melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Al-Hazimi percaya bahwa manusia secara fitrah cenderung mencari kebaikan dan menghindari keburukan, sehingga metode ini sesuai untuk diterapkan.

Al-Hazimi juga menekankan pentingnya keseimbangan antara motivasi dan ancaman. Secara umum, motivasi harus lebih diutamakan daripada ancaman, tetapi dalam beberapa kasus, seperti ketika seseorang terbiasa melakukan dosa, ancaman mungkin perlu lebih ditekankan. Oleh karena itu, kesuksesan dalam menerapkan metode ini tergantung pada kemampuan pendidik untuk bertindak secara proporsional, tidak terlalu berat sebelah atau berlebihan dalam memberikan motivasi atau ancaman.

  • Metode nasehat

Al-Hazimi menjelaskan bahwa nasehat, atau “mauidhah” dalam bahasa Arab, memiliki hubungan erat dengan hikmah. Menurutnya, hikmah adalah pengetahuan terhadap hal-hal yang paling utama berdasarkan ilmu yang paling utama, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Sementara itu, nasehat adalah peringatan kepada seseorang dengan memberikan imbalan atau hukuman yang dapat mempengaruhi hatinya. Dengan demikian, baik hikmah maupun nasehat adalah kata-kata yang baik yang dapat mempengaruhi hati dan mendorong ketaatan kepada Allah SWT.

Al-Hazimi menjelaskan tiga komponen utama dalam metode nasehat. Pertama adalah orang yang memberikan nasehat, yang harus memperbaiki dirinya terlebih dahulu agar pesan yang disampaikan diterima dengan baik. Kedua adalah orang yang menerima nasehat, yang terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan sikap terhadap kebenaran. Kelompok pertama mencari dan mencintai kebenaran, kelompok kedua tidak mencari kebenaran tetapi akan mengikutinya jika mengetahuinya, dan kelompok ketiga menentang kebenaran. Untuk masing-masing kelompok, metode nasehat yang sesuai adalah berbeda.

Ketiga adalah nasehat itu sendiri, yang harus disampaikan dengan tepat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, serta keluar dari hati yang ikhlas. Nasehat yang baik harus jelas maksudnya dan disampaikan dengan permisaan yang dapat mempengaruhi penerima nasehat. Idealnya, nasehat disampaikan melalui kisah yang penuh hikmah.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa al-Hazimi memberikan penjelasan yang komprehensif tentang metode nasehat. Beliau tidak hanya membahas pengertian dan urgensi nasehat, tetapi juga komponen-komponen yang penting dalam menerapkan metode ini.

  • Metode Hukuman

Al-Hazimi menguraikan bahwa hukuman merupakan balasan atas perbuatan seseorang. Ia membedakan antara ancaman, yang bertujuan menimbulkan rasa takut sebelum atau setelah suatu peristiwa, dengan hukuman yang diberikan setelah terjadinya pelanggaran. Menurutnya, metode hukuman merupakan bagian penting dalam pendidikan karena peserta didik memiliki cara yang berbeda dalam menerima pengajaran.

Metode hukuman pun beragam, mengingat variasi dalam penerimaan peserta didik terhadap jenis hukuman tertentu. Ada yang merespons lebih baik terhadap hukuman sosial, sementara yang lain membutuhkan hukuman fisik. Hukuman dalam pendidikan terbagi menjadi berbagai bentuk, yang memungkinkan pendidik untuk memilih yang paling sesuai dengan tingkat pendidikan dan karakter peserta didik.

Al-Hazimi menjelaskan bahwa pendidik sebaiknya hanya menggunakan metode hukuman jika pendidikan dengan metode lain tidak berhasil. Beberapa metode hukuman yang disarankan olehnya meliputi:

  1. Ketidakpuasan: Menampakkan ketidakpuasan atas perilaku peserta didik untuk membuat mereka menyadari kesalahannya.
  2. Kritikan: Memberikan kritikan yang kritis namun tanpa menghina, untuk menimbulkan rasa takut dan mencegah pengulangan kesalahan.
  3. Larangan: Melarang peserta didik dari hal-hal yang mereka sukai namun tidak membahayakan, setelah melalui metode-metode sebelumnya.
  4. Pemisahan: Menjauhkan seseorang dari interaksi dengan orang lain untuk mendorongnya meninggalkan perilaku yang tidak sesuai dengan syariat.
  5. Pukulan: Memberikan rasa sakit pada tubuh dengan menggunakan alat seperti tongkat atau tali. Metode ini diterapkan dalam berbagai situasi, termasuk dalam kasus-kasus hukum hudud dan ta’zir.

Dengan demikian, Al-Hazimi menyajikan pendekatan yang komprehensif terhadap metode hukuman, dengan menekankan pentingnya memilih metode yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan tujuan pendidikan.

Setelah menelusuri karya Khalid al-Hazimi, penulis menyimpulkan bahwa pemahaman mengenai metode pendidikan Islam yang disajikan oleh al-Hazimi merupakan elaborasi dari pandangan para ahli pendidikan Islam sebelumnya. Al-Hazimi mendefinisikan metode pendidikan Islam sebagai cara atau proses yang digunakan oleh seorang pendidik untuk menyampaikan pembelajaran kepada peserta didik dengan harapan mencapai perkembangan pendidikan yang optimal.[]

Oleh: Adib Fattah Suntoro, M.Ag.*

*Peneliti Centre for Islamic and Occidental Studies (CIOS) Universitas Darussalam Gontor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *