SIMAN–Pandangan Hans Küng terhadap agama jadi wacana menarik, Selasa (16/7) lalu, dalam acara CIOS Researcher Forum (CRF). Topik ini dibawakan oleh Ustaz Dede Rohmatul Parid, peserta Program Kaderisasi Ulama (PKU) lulusan Universitas al-Azhar Mesir dengan judul “Pseudo-Dialog Agama: Analisis ‘Etika Global’ Hans Küng”.
Pemateri memulai dengan membahas diskursus yang berangkat dari pembacaan Hans Küng terhadap realitas kebangkitan agama pada awal postmodern. Jika Cassanova membacanya sebagai deprivatisasi agama dan Peter Berger dengan istilah desekularisasi, maka Hans Küng menganggapnya sebagai sebuah ancaman. Agama dalam pandangannya sebagai sumber konflik, sehingga perlu adanya “dialog agama” dengan pijakan “etika global”.
Narasi yang dibangun Hans Küng berangkat dari premis “no peace …”. Sehingga, muncullah ungkapan “tiada perdamaian antarbangsa tanpa perdamaian antaragama”, “tiada perdamaian antaragama tanpa dialog antaragama”, dan “tiada dialog antaragama tanpa penyelaman terhadap fondasi agama-agama”.
Bagi Hans Küng, agama merupakan lived lifeatau kehidupan yang dijalani. Sehingga, bagi orang-orang religius, agama merupakan sesuatu yang kontemporer, berdenyut melalui setiap nadi eksistensi mereka sehari-hari. Agama adalah cara percaya, pendekatan terhadap kehidupan, dan sebuah cara hidup. Agama juga sebuah model yang berkembang membentuk suatu keyakinan, berdasarkan kesadaran seseorang mengenai pandangan hidup melalui paradigma tertentu dalam sejarah.


Lebih jauh, Hans Küng memandang agama sebagai produk pikiran manusia. Karena itu, tidak ada agama yang sempurna. Teks agama bukan satu-satunya sandaran. Agama pun terus berkembang bersama realitas dan pengetahuan. Jika pengetahuan dianggap sudah cukup untuk membimbing manusia, maka agama pun tidak diperlukan lagi. Bahkan, Hans mengajak seluruh manusia (beragama atau tidak) untuk bersatu dan berpegang pada “universal ethics criteria”.
Menurut Ustaz Dede, pandangan Hans Küng tersebut merupakan representasi agama khas kultur Barat. Berdasarkan sumbernya atau proses terbentuknya, Ustaz Dede membagi agama menjadi tiga jenis, yaitu agama natural atau produk budaya, agama rekaan manusia, dan agama wahyu. Agama di Barat termasuk jenis pertama dan kedua, termasuk paham-paham yang dianutnya, seperti sosialisme dan kapitalisme. Sedangkan Islam bukanlah produk manusia, melainkan murni berasal dari wahyu Allah.
Terakhir, Ustaz Dede menyimpulkan bahwa gagasan dialog agama yang diusung Hans Küng adalah bentuk pseudo-dialog (dialog palsu) yang justru mengandung unsur relativisme dan inklusivisme agama dan kebenarannya. Dialog agama versi Hans Küng mengintervensi internal keyakinan agama-agama (model dialog keyakinan). zidny